Translate

Selasa, 07 Agustus 2012

Banjaran Cerita Pandhawa (12) Kelahiran Bima


Raja Dhestharata dihadap oleh Arya Suman dan Patih Sanjaya. Mereka membicarakan anak Pandhu yang lahir, tetapi masih berada dalam bungkus. Bayi berbungkus itu diasingkan ke hutan Krendhawahana. Konon Premadi telah diutus menghadap Bagawan Abiyasa untuk minta pertolongan agar bayi segera keluar dari bungkus. Dhestharata minta agar Arya Suman dan Warga Korawa berusaha ikut memecahkan bungkus. Setelah pertemuan selesai Dhestharata masuk ke istana, memberi tahu kepada permasuri tentang bayi anak Pandhu.
Arya Suman menjumpai para Korawa dan bercerita tentang bayi bungkus. Ia diperintah raja untuk membantu memecahkannya. Dursasana usul agar bayi dalam bungkus dibunuh saja, dengan dalih pura-pura menolongnya.
Kala Dahana raja Batareta dihadap oleh Patih Kala Bantala, Kala Maruta, Kala Ranu dan abdi perempuan bernama Kepet Mega. Raja bercerita tentang mimpinya. Dalam mimpi raja bertemu dengan Citrawarsiti putri raja Karentegnyana di Tasikmadu. Raja Kala Dahana ingin memperisteri putri itu, lalu mengutus Patih Kala Bantala untuk menyampaikan surat lamaran. Patih Kala Bantala segera minta diri, berangkat ke Tasikmadu. Para perajurit raksasa ikut menyertainya. Di tengah perjalanan perajurit raksasa itu bertemu dengan perajurit Korawa. Maka terjadilah perselisihan, mereka bertempur. Perajurit Batareta menyimpang jalan, menghindari perang.
Premadi menghadap Bagawan Abiyasa, ia menanyakan peri hal kakaknya yang masih tinggal di dalam bungkus. Bagawan Abiyasa memberitahu, bahwa bayi dalam bungkus segera akan lahir. Premadi diwejang oleh Sang Bagawan, kemudian disuruh pergi ke hutan Krendhawahana. Premadi minta diri, lalu berangkat ke hutan. Para panakawan menyertainya. Di tengah perjalanan Premadi dihadang oleh beberapa raksasa. Terjadilah perkelahian, raksasa berhasil dikalahkan oleh Premadi.
Bathara Guru dihadap oleh Dewi Uma, Bathara Narada dan beberapa dewa lainnya. Bathara Narada memberi tahu, bahwa gara-gara terjadi karena seorang bayi dalam bungkus, yang tergolek di hutan Krendhawahana. Bathara Guru minta agar Bathara Narada mengajak Gajahsena turun ke Marcapada, membantu kelahiran bayi bungkus. Bathara Narada dan Gajahsena turun ke Marcapada.
Bathara Narada dan Gajahsena tiba di hutan Krandhawahana. Gajahsena diminta untuk memecah bungkus bayi. Bayi dalam bungkus dibanting, maka tiba-tiba dari dalam bungkus larilah seorang anak dewasa lengkap dengan dengan busana dan nampak gagah perkasa. Gajahsena mengejar dan berulang-ulang membanting anak itu, tetapi tidak hancur, bahkan semakin kuat

Si bocah yang baru pecah dari bungkusnya merasa teraniaya hidupnya oleh Gajah Raksasa yang bernama Gajah Sena. Maka anak tersebut kemudian berusaha melawan Gajah Sena. Gajah Sena dibanting dan hancur, musnah dan menyatu dengan anak sakti itu, lalu diberi nama Bratasena. Oleh Narada, Premadi dan Bratasena disuruh kembali ke Ngastina.
Bathara Narada membawa bungkus bayi ke Banakeling, ditaruh di atas batu rata. Bungkus bayi diambil oleh raja Sempani, dan dicipta menjadi bayi. Selanjutnya bayi diberikan kepada Dewi Nandhi, isteri raja Sempani. Seketika payudara Dewi Nandhi keluar air susu untuk menyusui bayi itu. Maka bayi diberi nama Tirtanata. Bayi dimandikan dengan Banyu Gege. Seketika menjadi remaja. Tirtanata bertempat tinggal di Banakeling dan mendapat sebutan Jayadrata.
Kala Bantala telah menghadap raja Karentegnyana di kerajaan Tasikmadu. Surat lamaran diserahkan kepada raja. Raja menolak lamaran raja Batareta, Kala Bantala meninggalkan kerajaan Tasikmadu, dan mengancam kelak akan kembali untuk menyerangnya.
Patih Mandanasraya usul agar raja Tasikmadu minta bantuan kepada raja Ngastina. Raja mencari bantuan, Citrawarsita ditugaskan ke Ngastina.
Patih Kala Bantala melapor kepada raja Kala Dahana, bahwa lamarannya ditolak. Kala Dahana marah, lalu menyiapkan perajurit untuk menyerang negara Tasikmadu dan Ngastina.
Pandu menyambut kedatangannya para Korawa dan Arya Suman. Arya Suman berkata, bahwa kedatangannya disuruh Dhestharata untuk membantu memecahkan bayi nungkus. Tengah mereka berbincang-bincang Premadi dan Bratasena datang. Premadi bercerita tentang pecahnya Bungkus, yang sekarang isi bungkus itu telah ikut menghadap Pandhu. Pandhu merasa bahagia dan senang hati. Arya Suman dan Korawa kecewa, da iri melihat Bratasena yang gagah perkasa itu.
Citrawasesa datang, memberitahu tentang perajurit raksasa dari Bataretayang menyerang Tasikmadu. Pandhu diminta membantunya, lalu menawarkan kepada Bratasena. Bratasena menyanggupinya, lalu berangkat ke Tasikmadu bersama Citrawasita. Premadi minta diijinkan untuk membantu Bratasena. Mereka berangkat ke Tasikmadu, para Korawa minta ijin kembali ke Gajahoya.
Kala Dahana dan perajurit raksasa menyerang negara Tasikmadu. Bratasena dan Premadi menahan serangan musuh itu. Kala Dahana, Kala Bantala, Kala Maruta dan Kala Ranu mati terbunuh oleh Bratasena. Sukma mereka menyatu dengan Bratasena.
Premadi berhasil memusnahkan perajurit raksasa. Perang pun selesai, negara Tasikmadu aman dan damai. Raja Karentegnyana berjanji, kelak akan membantu Pandhawa bila terjadi perang besar.
Pesta kemenangan diadakan di negara Tasikmadu. Keluarga Ngastina diundang untuk ikut berpesta menyambut serta merayakan kemenangan Bratasena dalam memusnahkan musuh yang menyerang Tasikmadu.
unuh b0  k k �Ov ��y orawa. Bhurisrawa terkena panah Arjuna, lalu ditewaskan oleh Satyaki. Para Pandawa kelelahan, Kresna menolong mereka, dengan cara menutup matahari dengan awan. Korawa mengira hari telah malam, mereka berhenti menyerang Pandawa. Arjuna naik di atas kereta dan berhasil membunuh Jayadratha. Duryodhana menuduh Drona yang bersalah atas kematian Jayadratha, karena Drona menghalang-halangi ketika Jayadratha akan pulang. Karna bersedia mengganti kedudukan Jayadratha. Pratipeya atau Somadatta, ayah Bhurisrawa hendak membunuh Satyaki, tetapi ia terbunuh oleh Bhima.

Banjaran Cerita Pandhawa (11) Perkawinan Yudhisthira


Prabu Duryodana duduk di atas singhasana, dihadap oleh pendeta Durna, Patih Sakuni, Dursasana, Kartamarma, Jayadrata, Citraksa dan Citraksi. Pada kesempatan tersebut Raja mengungkapkan niatnya, ingin mengawinkan pendeta Durna. Senyampang ada sayembara untuk merebutkan putri Cempalareja yang bernama Dewi Drupadi Jayadrata ditugaskan untuk mengikuti sayembara di Pancalareja atau Cempalareja atas nama pendeta Durna. Setelah selesai perundingan, raja membubarkan pertemuan, lalu masuk istana.
Prabu Duryodana disongsong oleh permaisuri dan ibunya. Raja bercerita tentang rencana perkawinan pendeta Durna. Mereka makan bersama
Patih Sakuni mengumpulkan para Korawa, mereka diberitahu tentang kepergian ke Pancalareja dan pembagian tugas. Setelah siap mereka berangkat bersama perajurit untuk mengikuti sayembara.
Di negara Umbul Tahunan sang raja Prabu Kala Kuramba juga ingin mengikuti sayembara dan memperisteri Drupadi, putri raja Pancalareja. Raja menugaskan Kala Gragalba untuk menyampaikan surat lamaran. Kala Gragalba disertai Kala Gendhing Caluring, Kala Palunangsa, Wijamantri dan Tejamantri berangkat ke Cempalareja. Perjalanan Kala Gragalba bertemu dengan perajurit Ngastina. Terjadilah perang, Kala Gragalba dan perjuritnya terdesak, mereka menyimpang jalan.
Yudisthira dihadap oleh Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa. Mereka menemui Bagawan Abyasa. Begawan Abyasa memberi tahu, bahwa raja Drupada mengadakan sayembara. Yudisthira disuruh mengikuti sayembara itu, Bima diminta mewakilinya. Para Pandhawa menyetujuinya, Arjuna disuruh berangkat lebih dahulu. Arjuna berangkat bersama panakawan. Perjalanan Arjuna bertemu barisan raksasa. Terjadilah perkelahian, perajurit raksasa musnah.
Kakrasana raja muda di Mandura berunding dengan Patih Pragota dan Patih Prabawa. Patih menyetujuinya, Kakrasana segera berangkat.
Di Pancalareja, Prabu Drupada dengan Trusthaketu, sedang membicarakan persiapan sayembara. Patih Sakuni datang, minta ijin untuk mengikuti sayembara, dan akan diwakili oleh Jayadrata. Raja menyuruh agar peserta sayembara hadir di alun-alun. Kemudian raja menyuruh agar Trusthaketu menemui Gandamana memberi tahu, bahwa telah datang peserta sayembara. Gandamana segera pergi ke alun-alun. Jayadrata telah siap menanti. Gandamana dengan sigap menarik Jayadrata, kemudian dibanting. Jayadrata pingsan tidak berdaya, lalu ditarik mundur oleh para Korawa.
Selanjutnya datang Kakrasana yang menyamar sebagai pertapa. Gandamana menghadapi dengan tenang. Kakrasana digertak, terpental jauh dan jatuh terjepit batu. Kakrasana berteriak kesakitan, memanggil-manggil Narayana. Kebetulan Narayana lewat, mendengar panggilan atas dirinya. Batu penjepit diminta kembali, narayana meneruskn perjalanan , hendak menyaksikan sayembara.
Yudisthira sesaudara menghadap Prabu Drupada. Ia minta diperkenankan mengikuti sayembara. Raja merelakan Drupadi untuk diperisteri Yudisthira tanpa harus melalui sayembasara, tetapi Gandamana tidak merelakannya. Bima juga tidak ingin perkawinan tanpa menempuh sayembara.
Bima datang dialun-alun, Gandamana siap melawannya. Mula-mula Bima dapat disergap kuat-kuat,sehingga tidak berdaya. Melihat Bima terdesak, Arjuna dari jauh memberi isyarat agar Bima menggunakan kuku Pancanakanya. Gandamana ditusuk dengan kuku Pancanaka dan jatuh tak berdaya. Sebelum meninggal Gandamana memberikan ilmu kesaktian dan pesan kepada Bima.
Narayana menggugat kemenangan sayembara untuk Yudisthira. Ia bertengkar dengan Arjuna. Trusthajumena datang melerainya, dan mengatakan jika yang bertikai berhasil membunuh Naga yang berada dipohon beringin dialah yang berhak memboyong Drupadi. Mereka mencoba membunuh seekor Naga. Narayana tidak dapat membunuhnya. Panah Arjuna berhasil memusnahkan Naga. Narayana masih belum terima, ia mengajak beradu kesaktian dengan Arjuna. Dan Arjuna meladeni tantangan Narayana. Narayana dipanah oleh Arjuna, terpental jauh, jatuh di luar kerajaan Pancalareja.
Prabu Drupada menyerahkan Drupadi kepada Yudisthira. Upacara perkwinan dan pesta besar akan dilaksanankan di kerajaan Pancalareja. Tiba-tiba raksasa Kala Karamba datang bersama perajurit raksasa. Bima ditugaskan untuk melawan musuh. Raja raksasa mati dan perajurit raksasa musnah tak bersisa. Prabu Drupada dan para Pandhawa mengadakan pesta perkawinan di istana Pancalareja

Banjaran Cerita Pandhawa (10) Kelahiran Yudhisthira


Pertemuan di istana Ngastina, Pandhu dihadap oleh Dhestharata, Widura dan Patih Jayaprayitna. Mereka membicarakan kandungan Kunthi yang telah sampai bulan kelahirannya belum juga lahir. Tengah mereka berunding, Arya Prabu Rukma datang memberi tahu, bahwa negara Mandura akan diserang perajurit dari negara Garbasumandha. Raja Garbasumandha ingin merebut Dewi Maherah. Raja Basudewa minta bantuan. Arya Widura disuruh pergi ke Wukir Retawu dan ke Talkandha, supaya mohon doa restu demi kelahiran bayi. Raja Pandhu akan ke Mandura untuk membantu raja Basudewa dalam menahan serangan musuh.
Raja Pandhu menemui Dewi Kunthi yang sedang berbincang-bincang dengan Dewi Ambika, Dewi Ambiki dan Dewi Madrim. Setelah memberi tahu tentang rencana kepergiannya ke Mandura, Pandhu lalu bersamadi. Kemudian berangkat ke Mandura bersama Arya Prabu Rukma, Dhestharata menunggu kerajaan Ngastina.
Yaksadarma raja Garbasumandha dihadap oleh Arya Endrakusuma, Patih Kaladruwendra, Togog, Sarawita dan Ditya Garbacaraka. Raja berkeinginan memperisteri Dewi Maherah isteri raja Mandura. Ditya Garbacaraka disuruh melamar, Togog menyertainya, Patih Kaladruwendra dan perajurit disuruh mengawal perjalanan mereka.
Perajurit Garbasumandha bertemu dengan perajurit Ngastina. Terjadilah perang, tetapi perajurit Garbasumandha menyimpang jalan.
Raja Basudewa dihadap oleh Patih Saraprabawa, Arya Ugrasena dan hulubalang raja. Mereka menanti kedatangan Arya Prabu Rukma. Arya Prabu Rukma datang bersama Pandhu. Setelah berwawancara, raja Basudewa masuk ke istana akan menjumpai para isteri. Namun Garbcaraka telah masuk ke istana lebih dahulu, dan berhasil melarikan Dewi Maherah. Dewi Mahendra dan Dewi Badraini kebingungan. Basudewa dan Pandhu datang, Basudewa minta agar Pandhu segera mencarinya. Pandhu segera berangkat meninggalkan kerajaan Mandura.
Pandhu berhasil mengejar Garbacaraka dan merebut Dewi Maherah, lalu dibawa kembali ke Mandura. Setelah menyerahkan Dewi Maherah, Pandhu minta pamit, kembali ke Ngastina, Raja Basudewa mengikutinya.
Semar, Gareng, Petruk dan Bagong bersenda gurau, kemudian menghadap Begawan Abiyasa. Bagawan Abiyasa sedang berunding dengan Resi Bisma tentang kehamilan Kunthi. Arya Widura datang dan minta sarana untuk kelahiran bayi yang dikandung oleh Kunthi.Arya Widura disuruh berangkat kembali ke Ngastina, Bagawan Abiyasa dan Resi Bisma segera mengikutinya. Perjalanan Arya Widura dihadang oleh raksasa Garbasumandha. Arya Widura mengamuk, perajurit raksasa banyak yang gugur dan melarikan diri.Bathara Guru mengadakan pertemuan di Suralaya, dihadiri oleh Bathara Narada, Bathara Panyarikan, Bathara Dharma dan Bathara Bayu. Mereka berbicara tentang kehamilan Kunthi. Bathara Narada disuruh turun ke marcapada bersama Bathara Dharma, Bathara Panyarikan dan Bathara Bayu. Mereka disuruh memberi pertolongan kepada Dewi Kunthi.Perjalanan raja Basudewa dan Pandhu berjumpa dengan Patih Kaladruwendra. Terjadilah perkelahian, Kaladruwendra terbunuh ole panah Pandhu.Raja Yaksadarma dan Endrakusuma menanti kedatangan Garbacaraka. Garbacaraka datang bercerita tentang hasil yang diperoleh, tetapi direbut oleh raja Pandhu. Cerita belum selesai, tiba-tiba kepala Kaladruwendra jatuh dihadapan raja. Yaksadarma marah, lalu mempersiapkan perajurit, akan menyerang negara Ngastina.Raja Pandhu berbicara dengan Arya Prabu Rukma, Ugrasena, raja Basudewa dan Arya Widura. Arya Widura memberi tahu tentang kesanggupan Bagawan Abiyasa dan Resi Bisma. Tengah mereka berbincang-bincang, Bagawan Abiyasa dan resi Bisma datang. Setelah mereka berdua disambut, lalu diajak masuk ke istana. Bathara Narada dan Bathara Darma datang. Raja Pandhu dan Basudewa cepat-cepat menyambut kedatangan para dewa. Bathara Narada memberi tahu tentang tujuan kedatangannya. Bathara Narada menyuruh agar Bathara Darma merasuk kepada Dewi Kunthi, membimbing kelahiran bayi. Bathara Darma merasuk, bayi dalam kandungan Dewi Kunthi lahir melalui ubun-ubun. Bayi lahir laki-laki. Bathara Narada memberi nama Puntadewa, dan mendapat sebutan Darmaputra. Semua yang hadir menyambut kelahiran sang bayi.Raja Yaksadarma dan para pengikutnya datang menyerang negara Ngastina. Raja Yaksadarma mati oleh Pandhu, Endrakusuma mati oleh Arya Widura, Garbacaraka mati oleh Arya Ugrasena. Bathara Bayu menghalau semua perajurit raksasa.
o:p><� � n < ะก �px class=MsoNormal style='mso-margin-top-alt:auto;mso-margin-bottom-alt:auto; text-align:justify;line-height:normal'>Mendengar cerita Pandhu itu, Kunthi berkesimpulan, bahwa suaminya akan setuju bila ia berupaya untuk beranak. Ia lalu berkata, bahwwa sejak berguru kepada Begawan Durwasa ia mendapat anugerah ilmu bernama Adityahrdaya. Ilmu tersebut dapat untuk menghadirkan dewa yang mau menganugerahi anak. Maharaja Pandhu senang dan menyetujui usaha isterinya dengan menggunakan ilmu itu.
Pertama Pandu meminta Kunti agar mendatangkan dewa Dharma, agar dikaruniani anak yang mengerti kepada darma. Kunti mengucapkan ilmunya, maka datanglah dewa Dharma. Kunthi mengandung, kemudian melahirkan anak dan diberi nama Yudhisthira. Selanjutnya diminta menghadirkan dewa Bayu, agar memberi anak yang sakti. Kunthi hamil, dan ketika lahir bayi dipangkunya, tiba-tiba datang harimau dari belukar. Kunthi lari, bayi jatuh di batu karena lepas dari pangkuan Kunthi. Batu hancur, pandhu kagum, bayi diberi nama Bimasena. bersamaan dengan kelahiran Bimasena, Gendari mempunyai anak Duryodhana. Usaha yang ketiga, Kunthi mendatangkan dewa Indra. Kunthi hamil. Kemudian lahir bayi yang kemudian dinamai Arjuna. Sewaktu Arjuna lahir, Pandhu berkata kepada Kunti, bahwa anaknya akan sakti dan mempunyai keberanian seperti Arjunasasrabahu. Madri minta agar diusahakan beranak juga. Atas persetujuan Kunthi, mereka mendatangkan dewa. Yang hadir adalah Aswino, dewa kembar. Madri hamil dan melahirkan anak kembar, diberi nama Nakula dan Sahadewa.

Banjaran Cerita Pandhawa (9) Serat Srikandhi Maguru Manah


Jungkungmardeya raja Paranggubarja mimpi bertemu dengan Srikandhi anak raja Cempala. Raja itu lalu menugaskan Patih Jayasudarga untuk menyampaikan surat lamaran kepada Durpada. Sang Raja menyetujui lamaran itu, tetapi Srikandhi tidak menerima lamaran tersebut. Kemudian Srikandi melarikan diri menuju Madukara, dengan dalih untuk berguru memanah. Namun senyatanya, Srikandhi minta perlindungan kepada Arjuna. Kepergian Srikandhi menyebabkan orang se istana kebingungan. Drupadi mencari Srikandi ke Madukara, untuk meminta kepada Srikandhi agar mau kembali ke istana.
Arjuna berhasil mengalahkan raja Jungkungmardeya dan prajuritnya. Demikian juga Arjuna harus mengusir Korawa yang ingin merebut Sumbadra yang akan dikawinkan dengan Burisrawa. Arjuna berhasil memperisteri Srikandhi, setelah Larasati mampu mengungguli kepandaian Srikandhi dalam hal berolah panah.
Cerita tokoh-tokoh Pandawa secara individu atau kelompok banyak didapat dalam beberapa naskah kumpulan cerita lakon, yaitu cerita prosa yang berisi kerangka cerita sebagai pegangan untuk pementasan pada layar oleh seorang dalang.
Cerita Kelahiran Pandhawa
Cerita kelahiran Pandhawa dimuat dalam kitab Adiparwa. Isi pokok cerita itu sebagai berikut:
Pandhu dinobatkan menjadi raja oleh Bhisma. Ia naik tahta kerajaan untuk melindungi dunia. Negara disekitarnya takluk kepadanya, antara lain negara Magada, Matila, Kasi, Sukma dan Swendra.
Selama menjadi raja Pandhu pernah berburu di hutan yang terletak di gunung Himawan. Kunti dan Madri mengikutinya. Waktu berburu raja melihat kijang jantan dan betina sedang bercumbu-cumbuan. Kijang jantan itu jelmaan Begawan Kindhama yang ingin mencintai kijang betina berwarna putih dan cantik. Kijang yang sedang berwawanasmara itu dipanah oleh Pandhu. Kedua kijang terkena anak panah, musnah bersama. Kemudian didengar suara kutukan. Dikatakan Pandhu amat kejam, tidak menaruh belas kasihan kepada kijang yang sedang bercumbu-cumbuan. Pandhu akan menderita susah, akan mati bila berwawanasmara dengan istrinya. Tetapi Pandhu tidak berdosa meskipun telah membunuh barahmana, sebab ketika dibunuh Kindhama berwujud binatang.
Pandhu menjadi susah, lalu bercerita kepada kedua isterinya Kunti dan Madri ikut menangis dan ikut bersedih hati. Mereka berdua disuruh kembali ke istana, mengikuti Bhisma dan Widura, supaya memberitahu kepada Dhestarastra, Ambika dan Ambalika. Sedangkan Ia akan hidup bertapa. Kedua isteri tidak mau kembali ke negara, mereka mengikuti Pandhu hidup di pertapaan. Mereka melepas pakaian kebesaran dan mengenakan pakaian kulit kayu, menyusuri gunung Nagasthagiri, Citraratawahana, asrama Nagasthama, Indradyumna, Hangsakuta, berakhir di Saptarengga.
Pandhu dan dua isterinya tinggal di Saptarengga. Pada suatu ketika Kunti dipanggil, diberi ajaran masalah darma. Bertapa itu darma, tetapi tidak akan kembali ke sorga. Hasil tapa tidak akan dinikmati oleh orang yang tidak beranak. Maka Pandhu berkesimpulan bahwa tapa mereka tidak berguna, karena mereka tidak beranak. Pandhu bercerita tentang Saradandayani yang dianugerahi anak karena mengadakan korban mohon anak. Cerita Badra isteri maharaja Wyusitaswa yang rajin memohon karunia anak, yang kemudian mendapat empat anak. Cerita tentang Bagawan Udalaka yang isterinya ditarik tangannya oleh seorang tamu, karena tamu itu tertarik kecantikan isteri tuan rumah. Anak Bagawan Udalaka marah, karena ibunya ditarik laki-laki tamu. Anak Udalaka yang bernama Swetaketu mengutuk dan membuat larangan bagi laki-laki yang mengambil wanita yang masih setia kepada suaminya. Laki-laki yang mengambil isteri orang lain akan mendapat malapetaka. Tetapi seorang isteri yang menurut darma tidak beranak boleh berusaha memperoleh anak, itu tidak mendatangkan sengsara, karena memperoleh anak itu menurut darma.
Mendengar cerita Pandhu itu, Kunthi berkesimpulan, bahwa suaminya akan setuju bila ia berupaya untuk beranak. Ia lalu berkata, bahwwa sejak berguru kepada Begawan Durwasa ia mendapat anugerah ilmu bernama Adityahrdaya. Ilmu tersebut dapat untuk menghadirkan dewa yang mau menganugerahi anak. Maharaja Pandhu senang dan menyetujui usaha isterinya dengan menggunakan ilmu itu.
Pertama Pandu meminta Kunti agar mendatangkan dewa Dharma, agar dikaruniani anak yang mengerti kepada darma. Kunti mengucapkan ilmunya, maka datanglah dewa Dharma. Kunthi mengandung, kemudian melahirkan anak dan diberi nama Yudhisthira. Selanjutnya diminta menghadirkan dewa Bayu, agar memberi anak yang sakti. Kunthi hamil, dan ketika lahir bayi dipangkunya, tiba-tiba datang harimau dari belukar. Kunthi lari, bayi jatuh di batu karena lepas dari pangkuan Kunthi. Batu hancur, pandhu kagum, bayi diberi nama Bimasena. bersamaan dengan kelahiran Bimasena, Gendari mempunyai anak Duryodhana. Usaha yang ketiga, Kunthi mendatangkan dewa Indra. Kunthi hamil. Kemudian lahir bayi yang kemudian dinamai Arjuna. Sewaktu Arjuna lahir, Pandhu berkata kepada Kunti, bahwa anaknya akan sakti dan mempunyai keberanian seperti Arjunasasrabahu. Madri minta agar diusahakan beranak juga. Atas persetujuan Kunthi, mereka mendatangkan dewa. Yang hadir adalah Aswino, dewa kembar. Madri hamil dan melahirkan anak kembar, diberi nama Nakula dan Sahadewa.

Banjaran Cerita Pandhawa (8) Kitab Jawa Baru


Sejak jaman kepujanggan Surakarta (abad 17-19) cerita pewayangan berkembang dan didukung oleh penulisan kitab-kitab berbahasa Jawa baru. Cerita yang dimuat dalam Jawa kuna menjadi sumber pengembangan dan sebagai bahan penciptaan cerita baru. Kitab-kitab yang berisi cerita pewayangan itu disusun dalam bentuk tembang, teks drama dan kerangka cerita lakon untuk pentas di layar putih atau kelir. Kitab-kitab atau naskah yang berisi cerita itu antara lain:
Serat Mintaraga
Serat Mintaraga karangan Sunan Paku Buwana III ditulis dalam bentuk tembang macapat pada tahun 1704 Jawa. Raden Ngabei Yasadipura I juga mengarang cerita Arjuna bertapa, dikenal dengan sebutan Serat Wiwaha Jarwa. Dr.M. Prijohoetomo mengarang cerita Mintaraga dalam bentuk prosa, berjudul Serat Mintaraga Gancaran (Prijohoetomo, BP. 1953) Isi pokok cerita Mintaraga yaitu sebagai berikut:
Bathara Indra berunding dengan para dewa.tentang rencana raja Niwatakawaca yang menggempur Indraloka. Bathara Indra menugaskan tujuh bidadari untuk menguji keteguhan tapa Arjuna, tetapi usaha mereka tidak berhasil. Kemudian Bathara Indra menyamar pendeta tua bernama Resi Padya, menemui Arjuna dan da bertanya tujuan tapa Arjuna. Sementara itu Niwatakawaca menyuruh Momongmurka untuk membunuh Arjuna. Momongmurka berubah menjadi babi hutan, dan ketika mengamuk babi hutan itu dibunuh oleh Arjuna dan Kirata. Kirata dan Arjuna berebut sebagai pembunuh babi hutan. Setelah berkelahi Kirata menampakkan diri sebagai dewa Siwah, lalu menganugerahkan panah Pasupati kepada Arjuna.
Bathara Indra menyuruh dua bidadari untuk menyampaikan surat permintaan agar Arjuna datang ke Indraloka menolong para dewa. Arjuna dan Supraba ditugaskan pergi ke Imantaka untuk mengetahui rahasia kesaktian dan kematian Niwatakawaca. Supraba pura-pura menyerah, dan berhasil mengatehaui rahasia kesaktian dan kematian Niwatakawaca.
Arjuna dan Supraba kembali ke Indraloka. Niwatakawaca bersama perajurit menggempur Indraloka. Para dewa dan Arjuna melawan perajurit raksasa. Niwatakawaca gugur di medan perang karena terkena panah Pasupati pada pangkal lidahnya. Atas keberhasilannya, Arjuna disambut oleh para dewa dan bidadari, dinobatkan menjadi raja dan beristeri Supraba. Kemudian Arjuna menemui saudara-saudaranya.
Serat Dewaruci
Serat Dewaruci karangan Raden Ngabehi Yasadipura I ditulis dalam bentuk tembang macapat. Raden Ngabehi Yasadipura II menulis cerita Bimasuci dalam bentuk tembang gedhe. M. Prijohoetomo menyadur dalam bentuk prosa berjudul Bimasuci (Javaansche Leeboek, 1937). Isi pokok Dewaruci sebagai berikut: Wrekodara disuruh mencari air suci oleh Dhang Hyang Drona, lalu berpamitan kepada saudara-saudaranya. Wrekodara menuju ke gunung Candramuka, bertemu dengan raksasa Rukmuka dan Rukmakala. Terjadilah perkelahian. Kedua raksasa musnah, menjelma menjadi dewa Indra dan dewa Bayu. Dua dewa memberi tahu, bahwa di gunung Candramuka tidak ada air suci. Wrekodara kembali ke kerajaan Hastina.
Dhang Hyang Drona menyuruh agar Wrekodara pergi ke samodara tempat air suci itu. Wrekodara pergi ke samodara lalu mencebur ke dalamnya. Waktu mencebur di samodra disambut ular naga. Ular naga itu dibununh oleh Wrekodara. Wrekodara bertemu dengan Dewaruci, lalu diwejangnya. Setelah mendapat wejangan, Wrekodara menjadi suci, lalu kembali ke Ngamarta.
Serat Partakrama.
Serat Partakrama karangan Raden Ngabehi Sindusastra (VBG XXXIII No. 169 th. 1875-1876), ditulis dalam bentuk tembang macapat, berisi cerita perkawinan Arjuna dengan Sumbadra, isi pokok cerita sebagai berikut: Arjuna jatuh sakit karena rindu kepada Sembadra. Kresna mengetahuinya,lalu membujuk Sumbadra supaya mau diperisteri Arjuna. Sembadra menyanggupinya asal dipenuhi permintaanya, yaitu pusaka Pulanggeni dan putri Sulastri. Permintaan itu disampaikan kepada Prabu Yudhisthira.
Burisrawa juga ingin memperisteri Sumbadra. Prabu Doryudana minta agar Patih Sengkkuni minta bantuan Prabu Baladewa. Prabu Baladewa datang di Dwarawati, menemui Kresna. Kresna kebingungan, lalu mengadakan sayembara. Calon suami Sembadra harus bisa menyerahkan kereta emas, kerbau danu dan bunga dewandaru.
Raja Ngambarmuka di negara Garbaruci juga ingin memperisteri Sumbadara. Raja itu lalu melamarnya. Para Pandhawa berusaha memenuhi permintaan Kresna. Wrekodara berhasil meminjam kereta emas dari Singgela. Gatotkaca memperoleh kerbau dari Sumeru. Arjuna berhasil memperoleh bunga dewa ndaru dari Bathara Guru.
Para Korawa berhasil merebut kerbau danu dari tangan Gatotkaca. Sengkuni melapor kepada Baladewa, bahwa barang yang diminta sebagai syarat perkawinan dirampas oleh Pandhawa. Baladewa marah, bersama perajurit Korawa menyerang Pandhawa. Namun Pandhawa dapat menghalau serangan perajurit Korawa.
Setelah musuh dapat diundurkan, Arjuna bersama Sumbadra menghadap Baladewa. Melihat Sumbadra adiknya, Baladewa hilang kemarahannya, dan menyetujui Sumbadra diperisteri Arjuna.
Prabu Ngambarmuka bersama perajurit datang menyerang Dwarawati. Baladewa, Wrekodara dan Gatotkaca berhasil memusnahkan musuh.
Pesta perkawinan Arjuna dengan Sumbadra dilaksanakan di Dwarawati.

ryudhan5 z a y �Ov ��y hima berhasil membunuh banyak keluarga Korawa. Bhurisrawa terkena panah Arjuna, lalu ditewaskan oleh Satyaki. Para Pandawa kelelahan, Kresna menolong mereka, dengan cara menutup matahari dengan awan. Korawa mengira hari telah malam, mereka berhenti menyerang Pandawa. Arjuna naik di atas kereta dan berhasil membunuh Jayadratha. Duryodhana menuduh Drona yang bersalah atas kematian Jayadratha, karena Drona menghalang-halangi ketika Jayadratha akan pulang. Karna bersedia mengganti kedudukan Jayadratha. Pratipeya atau Somadatta, ayah Bhurisrawa hendak membunuh Satyaki, tetapi ia terbunuh oleh Bhima.

Banjaran Pandawa (6) Kitab Nawaruci dan Kitab Sudamala


Werkodara telah tiba di samodera, ia mengenakan aji Pangawasa. Menjadi gempar seisi dunia. Sang Hyang Nawaruci kasihan melihat Wrkodara. Wrkodara ditolong agar terlepas dari bahaya di lautan. Sang Hyang Nawaruci mencipta pulau Nusakambangan di tengah samodera. Buah-buahan dan pohon-pohonan diciptakan di pulau itu juga. Wrkodara makan buah-buahan. Pulau itu diperindah dengan berbagai tanaman telaga dengan ikannya. Sang Hyang Acintya mencipta bermacam-macam makanan, Wrkodara senang menikmati makanan itu. Si dalang dan Semar mengikutinya.
Sang Hyang Acintya bersanjak, menyambut kehadiran Wrkodara. Ia memberi tahu, supaya Wrkodara berhati-hati dan waspada, karena ia sedang dicari kematiannya. Wrkodara menghadap Nawruci dan berkata, bahwa ia disuruh mencari air suci. Nawaruci menyuruh agar Wrkodara mau berperang. Citrasena, Citranggada, Citraratha dan Gandharwa akan menemaninya. Nawaruci memberi ajaran hidup dan kehidupan.
Kemudian Wrkodara bertanya kepada Nawaruci tentang pencipta dunia, hakekat kesucian yang disebut sunya dan yang disebut Sang Hyang Guru. Wrkodara disuruh masuk ke rongga perut Nawaruci. Mula-mula ia melihat cahaya terang. Waktu menghadap ke Timur dilihat warna putih, waktu menghadap ke Selatan dilihat warna merah, waktu menghadap ke Barat dilihat warna kuning, waktu menghadap ke Utara dilihat warna hitam, waktu melihat ke atas dilihat warna belah.
Setelah menerima banyak penjelasan Wrkodara keluar dari rongga perut. Setelah itu Wrkodara mendapat sebutan Sang Awirota.
Selama menjelajah di Pulau Nusakambangan Wrkodara banyak berguru dan memperoleh banyak pengetahuan tentang religi dan kebudayaan. Kemudian Wrkodara kembali menemui saudara-saudaranya di Indraprastha. (Sumber Cerita : Nawaruci edisi Prijihoetomo)
Kitab Kidung Sudamala
Cerita Sudamala berisi cerita ruwatan yang melibatkan tokoh Pandawa, terutama Sadewa. Isi ringkas cerita itu sebagai berikut: Sang Hyang Tunggal, Sang Hyang Wisesa dan Sang Hyang Asiprana menghadap Sang Hyang Guru memberi tahu, bahwa Dewi Uma berbuat serong dengan Sang Hyang Brahma. Dewi Uma lalu dikutuk berubah menjadi Durga, dan diberi nama Ranini.
Uma minta dikembalikan ke wujud semula, tetapi Sang Hyang Guru menolak. Dikatakannya,setelah menjalani kutuk selama dua belas tahun Ranini akan diruwat oleh Sadewa. Uma pergi ke Setra Gandamayu. Salah satu abdi pengiringnya bernama Kalika.
Sementara itu Dewa Citragada dan Citrasena juga dikutuk oleh Sang Hyang Guru, karena berbuat tidak sopan terhadap Sang Hyang Guru. Dua dewa itu menjadi berujud raksasa, bernama Kalantaka dan Kalanjana. Mereka berdua kemudian disuruh menyusul untuk menemani Ranini di Setra Gandamayu. Oleh Ranini dua raksasa tersebut diangkat menjadi anak dan membantu Duryodana, raja Hastina.
Mengetahui bahwa Kalantaka dan Kalanjana berpihak pada Duryodana, Pandawa menjadi cemas, Kunthi naik ke Kahyangan, minta agar Kalantaka dan Kalanjana dimusnahkan.
Setelah dua belas tahun, Ranini mengharap kedatangan Sadewa yang dijanjikan akan meruwatnya. Kunti datang di Setra Gandamayu, minta agar Ranini mau memusnahkan Kalantaka dan Kalanjana. Ranini tidak bersedia, karena amat sayang kepada mereka berdua yang diangkatnya sebagai anaknya.
Ranini minta agar Kunti menyerahkan Sadewa, tetapi Kunti tidak bersedia menyerahkannya, karena Sadewa bukan anaknya. Sebagai ganti, Ranini boleh memilih diantara tiga anaknya yaitu: Dananjaya, Bima atau Darmawangsa. Tetapi Ranini tidak menyukai mereka, kecuali Sadewa.
Kalika disuruh membujuk Kunti. Mula-mula Kalika tidak mau, karena dipaksa akhirnya mau juga. Kunti disihir oleh Kalika, lalu menjadi setengah sakit ingatan Kunti kemudian lari menemui Ranini. Ranini mendesak agar Sadewa segera diserahkan. Kunti kembali menemui anak-anaknya, lalu bercerita tentang permintaan Ranini. Para Pandawa tidak setuju. Kunti marah, Sadewa diseret hendak dibawa ke Setra Gandamayu. Kalika merasa berhasil lalu keluar dari tubuh Kunti. Kunti menjadi sadar lalu minta maaf kepada Sadewa.
Sadewa tidak jadi dibawa di tempat Ranini. Durga marah. Kalika disuruh merasuki Kunti lagi, sehingga Kunti kembali goncang ingatannya. Sadewa dipaksa ikut pergi ke Setra Gandamayu. Sesampainya di Setra Gandamayu, Sadewa diikat pada pohon randu, dan ditunggu oleh Semar. Kalika jatuh cinta pada Sadewa dan membujuk Sadewa agar mau menerima cintanya. Namun Sadewa tidak mau menanggapi, dan lebih baik mati dari pada membalas cinta Kalika. Kalika marah, ditabuhnya tong-tong yang ada disekitarnya. Tak lama kemudian, hantu-hantu keluar bedatangan menakut-nakuti Sadewa. Namun Sadewa tidak takut, bahkan dari tubuhnya mengeluarkan daya kesaktian yang luar biasa. Semua hantu yang menggoda pergi meninggalkan Sadew

Banjaran Pandawa (5) Pandawa Muksa


Pandawa kembali ke perkemahan untuk merayakan hasil kemenangan perangnya. Kresna sedih memikirkan kutukan Duryodhana bahwa Pandawa akan tertindas sebelum kematiannya. Oleh karena itu para Pandawa disuruh segera menyelamatkan diri masuk dalam kemah, dan pada malam hari supaya menebus dosa-dosa dengan memuja ke tempat suci.
Pada malam hari Aswatthama berusaha membalas kematian ayah dan para Korawa. Dalam malam gelap itu Aswatthama berhail membunuh lima anak Dropadi yaitu Pancala dan beberapa laki-laki.
Para Pandawa yang datang ke kemah menemukan wanita yang dilanda kesedihan, Dropadi patah hati. Kresna datang menghiburnya. Demikian juga Wiyasa yang telah tiada muncul memberi nasihat kepadanya. Dropada akan membalas kejahatan Aswatthama. Ia meminta Pandawa membawa mutiara yang menghias di dahi Aswatthama. Para Pandawa mencari Aswatthama. Setelah bertemu, Aswatthama akan dibunuh dengan gada. Aswatthama mengangkat panah Brahmasirah yang amat sakti. Arjuna pun mengangkat panah saktinya. Namun Sang Hyang Siwa menyuruh agar mereka menarik panah saktinya. Arjuna menurut tetapi Aswatthama tidak dapat menahan panah saktinya. Anak panah Aswatthama lepas mengenai anak Utari yang masih dalam kandungan. Bayi dalam kandungan lalu dihidupkan oleh Kresna. Setelah dewasa bayi itu akan menjadi raja dengan nama Parikesit. Dropadi menerima mutiara, lalu diberikan kepada Yudhisthira. Yudhisthira lalu menjadi raja di Indraprastha. (Sumber cerita: Bharatayudha edisi Prof. Dr. R. M. Sutjipto Wirjosuparto)
5. Cerita Pandawa Muksa
Cerita tentang Pandawa sesudah perang Bharatayudha yang dimuat dalam Prasthanikaparwa, dilanjutkan kematian dan perlindungan mereka di surga. Isi pokok cerita itu sebagai berikut:
Para Pandawa akan meninggalkan kota Hastina menuju ke hutan. Parikesit diangkat menjadi raja Hastina. Yudhisthira, Bhima, Arjuna, Nakula, Sahadewada dan Dropadi meninggalkan istana. Seekor anjing mengikutinya. Atas perintah Dewi Agni, Arjuna membuang senjatanya di laut. Perjalanan mereka mendaki Gunung Himalaya, lalu melewati gurun pasir. Dropadi, Sahadewa, Nakula, Arjuna dan Bhima berturut-turut meningal dunia. Tinggal Yudhisthira dan anjing yang masih hidup. Dewa Indra dengan kereta membawa Yuhisthira dan anjingnya yang telah menjadi dewa Dharma menuju ke surga. Sesampainya di surga, Yudhisthira heran karena tidak menemukan saudara-saudaranya dan Dropadi. Yang ditemukan justru warga Korawa dan para pahlawannya. Yudhisthira melihat mereka, tetapi tidak mau berkumpul dengan mereka. Ia kecewa, merasa dewa berbuat tidak adil. Dewa Narada menjelaskan bahwa Korawa harus menerima anugerah sesuai dengan amal baiknya, Pandawa harus tinggal di neraka. Yudhisthira ingin mencari saudara-saudaranya, ia ingin suka dan duka bersama. Para dewa mengetahui sikap Yudhistira yang ingin tinggal bersama saudara-saudaranya. Para Pandawa harus menebus dosa-dosanya. Mereka harus turun ke Sungai Gangga untuk menyucikan diri. Sesudah menjadi suci, mereka naik ke surga menggantikan Korawa.
(Sumber cerita: Drie Boeken van het Oudjavaasnche Mahabharata. Edisi Hendrik Herman Juynboll, 1893)
Kitab Jawa Tengahan yang mengisahkan tokoh Pandawa   yaitu: Kitab Nawaruci Kitab Nawaruci mengisahkan Wrkodara atau Bhima ketika mencari air suci. Isi ringkas cerita itu sebagai berikut:
Druyodana menginginkan kematian para Pandawa, lalu minta agar Dang Hyang Drona mengusahakannya. Wrkodara disuruh mencari banyu mahapawitra yang berada di sumur Dorangga. Wrkodara berangkat dari Gajahoya. Perjalanannya melalui tempat berbahaya, tebing dan jurang. Wrkodara sampai di sumur Dorangga, tetapi tidak menemukan air suci. Ular jantan dan betina tinggal di dalam sumur itu. Wrkodara digigit ular, segera ia menusuk ular itu dengan kukunya. Kepala ular dipotong, dibawa kembali ke Gajahoya. Sepasang ular naga berubah menjadi bidadara dan bidadari bernama Harsanandi dan Sarasambadha. Mereka mengucap terima kasih lalu kembali ke Suralaya..
Wrkodara tiba di Gajahoya, menghadap Drona dan menyerahkan dua kepala naga. Wrkodara memberi tahu bahwa di sumur Dorangga tidak berisi air suci. Drona berkata bahwa air suci berada di tegal Andawa. Wrkodara diminta segera berangkat ke tegal itu.
Di tegal Andawa Wrkodara disambut oleh raksasa Indrabahu. Indrabahu hendak makan Wrkodara, terjadilah perkelahian hebat. Indrabahu kalah, kepalanya dipenggal, dipikul oleh Gagakampuhan dan Twalen. Indrabahu berubah menjadi dewa Indra. Indra berterima kasih atas jasa Wrkodara, lalu kembali ke Suralaya.
Wrkodara kembali ke Gajahoya, kepala Indrabahu diserahkan kepada Sang Hyang Drona. Druyodana dan Drona lari ketakutan. Wrkodara mengejarnya. Drona berkata, bahwa air suci berada di dasar laut.
Wrkodara berangkat ke samodra. Setelah sampai di samodra segera akan mencebur di dalamnya. Gagakampuhan menasihati, Wrkodara diminta kembali ke Indraprastha, menghadap Dharmawangsa, Kunti, Dropadi, Arjuna, Nakula atau Sakula dan Sahadewa. Wrkodara berpamitan, kemudian mencari air suci. Kunti menghalang- halanginya. Ujung kain Wrkodara dipegang kuat-kuat, tetapi lepas dikebas Wrkodara. Warga Pandawa yang ditinggal pun menagisi kepergian Wrkodara.

Banjaran Pandawa (4) Kisah Perang Baratayuda


Karna menjadi panglima perang, dan berhasil menewaskan musuh. Yudhisthira minta agar Arjuna menahan serangan Karna. Arjuna menyuruh Ghatotkaca untuk menahan dengan ilmu sihirnya, Ghatotkaca mengamuk, Korawa lari tunggang-langgang. Karna dengan berani melawan serangan Ghatotkaca. Namun Ghatotkaca terbang ke angkasa. Karna melayangkan panah, dan mengenai dada Ghatotkaca. Satria Pringgandani ini limbung dan jatuh menyambar kereta Karna, tetapi Karna dapat menghindar dan melompat dari kereta. Ghatotkaca mati di atas kereta Karna. Para Pandawa berdukacita. Hidimbi pamit kepada Dropadi untuk terjun ke perapian bersama jenasah anaknya.
Pertempuran terus berkobar, Drona berhasil membunuh tiga cucu Drupada, kemudian membunuh Drupada, dan raja Wirata. Maka Dhrtadyumna ingin membalas kematian Drupada.
Kresna mengadakan tipu muslihat. Disebarkannya berita, bahwa Aswatthama gugur. Yudhisthira dan Arjuna mencela sikap Kresna itu. Kemudian Bhima membunuh kuda bernama Aswatthama, kemudian disebarkan berita kematian kuda Aswatthama. Mendengar berita kematian Aswatthama, Drona menjadi gusar, lalu pingsan. Dhrtadyumna berhasil memenggal leher Drona. Aswatthama membela kematian ayahnya, lalu mengamuk dengan menghujamkan panah Narayana. Arjuna sedih atas kematian gurunya akibat perbuatan yang licik. Arjuna tidak bersedia melawan Aswatthama, tetapi Bhima tidak merasakan kematian Drona. Dhrtadymna dan Satyaki saling bertengkar mengenai usaha perlawanan terhadap Aswatthama. Kresna dan Yudhisthira menenangkan mereka. Pandawa diminta berhenti berperang. Tapi Bhima ingin melanjutkan pertempuran, dan maju ke medan perang mencari lawan, terutama ingin menghajar Aswatthama. Saudara-saudaranya berhasil menahan Bhima. Arjuna berhasil melumpuhkan senjata Aswatthama. Putra Drona ini lari dan sembunyi di sebuah pertapaan. Karna diangkat menjadi panglima perang. Banyak perwira Korawa yang memihak kepada Pandawa.
Pada waktu tengah malam, Yudhisthira meninggalkan kemah bersama saudara-saudaranya. Mereka khidmat menghormat kematian sang guru Drona, dan menghadap Bhisma yang belum meninggal dan masih terbaring di atas anak panah yang menopang tubuhnya. Bhisma memberi nasihat agar Pandawa melanjutkan pertempuran, dan memberi tahu bahwa Korawa telah ditakdirkan untuk kalah.
Pandawa melanjutkan pertempuran melawan Korawa yang dipimpin oleh Karna. Karna minta agar Salya mau mengusiri keretanya untuk menyerang Kresna dan Arjuna. Salya sebenarnya tidak bersedia, tetapi akhirnya mau asal Karna menuruti perintahnya.
Pertempuran berlangsung hebat, disertai caci maki dari kedua belah pihak. Bhima bergulat dengan Doryudana, kemudian menarik diri dari pertempuran. Dussasana dibunuh oleh Bhima, sebagai pembalasan sejak Dussasana menghina Drupadi. Darah Dussasana diminumnya.
Arjuna perang melawan Karna. Naga raksasa bernama Adrawalika musuh Arjuna, ingin membantu Karna dengan masuk ke anak panah Karna untuk menembus Arjuna. Ketika hendak disambar panah, kereta yang dikusiri Kresna dirundukkan, sehingga Arjuna hanya terserempet mahkota kepalanya. Naga Adrawalika itu ditewaskan oleh panah Arjuna. Ketika Karna mempersiapan anak panah yang luar biasa saktinya, Arjuna telah lebih dahulu meluncurkan panah saktinya. Tewaslah Karna oleh panah Arjuna.
Doryudhana menjadi cemas, lalu minta agar Sakuni melakukan tipu muslihat. Sakuni tidak bersedia karena waktu telah habis. Diusulkannya agar Salya jadi panglima tinggi. Sebenarnya Salya tidak bersedia. Ia mengusulkan agar mengadakan perundingan dengan Pandawa. Aswatthama menuduh Salya sebagai pengkhianat, dan menyebabkan kematian Karna. Tuduhan itu menyebabkan mereka berselisih, tetapi dilerai oleh saudara-saudaranya. Aswatthama tidak bersedia membantu perang lagi. Salya terpaksa mau menjadi panglima perang. Nakula disuruh Kresna untuk menemui Salya, dan minta agar Salya tidak ikut berperang. Nakula minta dibunuh daripada harus berperang melawan orang yang harus dihormatinya. Salya menjawab, bahwa ia harus menepati janji kepada Duryodhana, dan melakukan darma kesatria. Salya menyerahkan kematiannya kepada Nakula dan agar dibunuh dengan senjata Yudhisthira yang bernama Pustaka, agar dapat mencapai surga Rudra. Nakula kembali dengan sedih.
Salya menemui Satyawati, pamit maju ke medan perang. Isteri Salya amat sedih dan mengira bahwa suaminya akan gugur di medan perang. Satyawati ingin bunuh diri, ingin mati sebelum suaminya meninggal. Salya mencegahnya. Malam hari itu merupakan malam terakhir sebagai malam perpisahan. Pada waktu fajar Salya meninggalkan Satyawati tanpa pamit, dan dipotongnya kain alas tidur isterinya dengan keris. Salya memimpin pasukan Korawa. Amukan Bhima dan Arjuna sulit untuk dilawannya. Salya menghujankan anak panahnya yang bernama Rudrarosa. Kresna menyuruh agar Pandawa menyingkir. Yudhisthira disuruh menghadap Salya. Yudhisthira tidak bersedia harus melawan pamannya. Kresna menyadarkan dan menasihati Yudhisthira. Yudhisthira disuruh menggunakan Kalimahosadha, kitab sakti untuk menewaskan Salya. Salya mati oleh Kalimahosadha yang telah berubah menjadi pedang yang bernyala-nyala. Kematian Salya diikuti oleh kematian Sakuni oleh Bhima. Berita kematian Salya sampai kepada Satyawati. Satyawati menuju medan perang, mencari jenasah suaminya. Setelah ditemukan, Satyawati bunuh diri di atas bangkai suaminya.
Duryodhana melarikan diri dari medan perang, lalu bersembunyi di sebuah sungai. Bhima dapat menemukan Duryodhana yang sedang bertapa. Duryodhana dikatakan pengecut. Duryodhana sakit hati, lalu bangkit melawannya. Bhima diajak berperang dengan gada. Terjadilah perkelahian hebat. Baladewa yang sedang berziarah ke tempat-tempat suci diberi tahu oleh Narada tentang peristiwa peperangan di Hastina. Kresna menyuruh Arjuna agar Bhima diberi isyarat untuk memukul paha Duryodhana. Terbayarlah kaul Bhima ketika hendak menghancurkan Duryodhana dalam perang Bharatayudha. Baladewa yang menyaksikan pergulatan Bhima dengan Duryodhana menjadi marah, karena Pandawa dianggap tidak jujur, lalu akan membunuh Bhima. Tetapi maksud Baladewa dapat dicegah, dan redalah kemarahan Baladewa..

Banjaran Cerita Pandawa (3)


3.Kakawin Parthayana atau Subhadrawiwaha (anonim)
Ringkasan isi cerita ‘Parthayana’ atau ‘Subhadrawiwaha’ sebagai berikut:
Arjuna bertemu Ulupuy di hulu sungai Gangga. Setelah lewat pembicaraan panjang, Arjuna memperisteri Ulupuy putri raja Korawa. Arjuna meninggalkan Ulupuy meneruskan perjalanan. Sewaktu tiba di permandian Swabhadra, Arjuna diserang oleh seekor buaya. Buaya itu dibunuh, lalu berubah menjadi bidadari. Atas permintaan bidadari itu Arjuna juga membebaskan empat bidadari lainnya. Sang bidadari menyarankan agar Arjuna pergi ke negara Mayura. Arjuna pun pergi ke Mayura, dan diterima oleh raja Citradahana. Arjuna diambil menantu oleh raja itu, dikawinkan dengan Citragandha. Arjuna dan Citragandha dikaruniai anak bernama Wabhruwahana yang kelak akan mewarisi kerajaan Mayura.
Arjuna melanjutkan perjalanan, tiba di tepi sungai Saraswati. Para Yadu mengadakan pesta. Oleh Kresna, Samba disuruh mengundang Arjuna. Arjuna menghadiri pesta bersama Kresna. Arjuna tertarik kecantikan Subhadra. Kresna mengetahui, lalu menyetujui bila Arjuna cinta dan mau melarikan Subhadra. Arjuna membawa lari Subhadra. Baladewa dan para Yadu marah, merasa dihina oleh Arjuna. Kresna menyadarkan mereka. Akhirnya Arjuna berhasil memperisteri Subhadra, lalu memboyongnya ke Indraprastha.
(Sumber Cerita: Naskah Kirtya Nomor 141)
4. Kakawin Bharatayudha
Kakawin Bharatayudha dikarang oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh pada jaman Jayabhaya. Isi ringkas cerita Bharatayudha sebagai berikut:
Kresna mewakili Pandawa datang di Hastina (Gajahwaya) untuk merundingkan pembagian kerajaan. Raja Dhrtarastra bersiap-siap dan menghias istana untuk menyambut kedatangan tamu.
Kresna datang di Hastina. Jamuan makan telah siap, tetapi Kresna tidak mau dijamu sebelum selesai perundingan.
Kresna mengunjungi Kunti, ibu para Pandhawa. Kunti menjadi sedih, dan teringat putra-putranya yang dibuang ke hutan. Kresna menghibur Kunti, lalu pergi menemui Widura. Duryodhana berunding dengan Sengkuni, Dussasana dan Karna. Mereka memandang Kresna sebagai musuh. Kresna diterima oleh Duryodhana di bangsal agung. Kresna minta agar perselisihan Korawa dan Pandawa diselesaikan dengan damai, negara Hastina dibagi dua. Dhrtarastra, para resi, Drona dan Bhisma menyetujui usul itu. Namun Duryodhana bersama keluarga Korawa menolak, dan akan membunuh Kresna. Mengetahui rencana Duryodhana dan para Korawa, Kresna segera meninggalkan bangsal agung. Kresna marah, lalu triwikrama, menampakkan diri sebagai Wisnu yang dahsyat dan menakutkan. Para Korawa ketakutan. Mereka memuja-muja agar tidak membinasakan keluarga Korawa. Kalau Korawa musnah, tidak akan terjadi perang. Jika demikian Bhima dan Dropadi tidak jadi membalas dendam.
Kresna meninggalkan Hastina, berpesan kepada Kunti agar yang telibat dalam perang bersikap jujur dan berjiwa kesatria, dan mau berkorban jiwa. Karna mengantar kepergian Kresna dari Hastina. Kresna dan Kunti minta agar Karna berpihak kepada Pandawa tetapi Karna tidak menerima bujukan mereka berdua.
Para Pandawa bersiap-siap untuk berperang. Mereka mendirikan perkemahan di Kurusetra. Widura dan Kunti mengunjungi perkemahan Pandhawa. Mereka mengangkat Sweta menjadi panglima tertinggi.
Korawa ikut bersiap-siap untuk berperang. Bhisma diangkat menjadi senopati. Pandawa dan Korawa mengumumkan perang dan mereka akan menaati peraturan perang.
Arjuna berkeberatan dan sedih hatinya, sebab harus berperang melawan saudara. Kresna memperingatkan Arjuna, bahwa perang adalah salah satu tugas dari ksatria.
Yudhisthira maju ke depan, saudara-saudaranya mengikuti dari belakang. Mereka menemui Korawa, lalu menghormat kepada bekas guru, terutama Bhisma, Krpa, Salya dan Drona. Mereka meminta maaf, karena terpaksa melawan pinisepuh yang seharusnya mereka hormati. Para guru meramal, bahwa Pandawa akan menang perang.
Pertempuran mulai, hebat pertempuran mereka. Dua putra raja Wirata gugur. Sweta membela kematian dua adiknya. Bhisma berhasil menghentikan perlawanan Sweta. Sweta dapat dibunuhnya. Raja Wiratha meratapi kematian tiga putranya.
Dhrtadyumna diangkat menjadi panglima menggantikan Sweta. Bhisma hebat memimpin pertempuran. Kresna akan melemparkan cakra, tetapi ditahan oleh Arjuna. Bhisma menyuruh agar Yudhisthira tampil ke medan perang, ia tidak akan melawan. Arjuna disuruh melawan Bhisma bersama Srikandi. Bhisma dihujani anak panah dan gugur di medan perang. Para Korawa mengerumuni jenasah Bhisma. Para Pandawa datang menghormat. Bhisma menghormat dengan hati ragu-ragu. Anak panah menopang bingkai Bhisma, sehingga tubuhnya tidak melekat di bumi. Dengan tenang Bhisma menanti kematiannya.Prajurit Korawa dipimpin oleh Drona. Drona diangkat menjadi panglima. Mulailah pertempuran lagi. Bhogadata dapat ditewaskan oleh Arjuna. Drona berusaha menangkap Yudhisthira bila ia lepas dari pengawasan Bhima dan Arjuna. Ketika Korawa datang menyerang, Abhimanyu menembus barisan, dan ingin mendapatkan Doryudhana.Para Pandawa tidak dapat mengawal Abhimanyu, karena Jayadrata berhasil menahan mereka. Abhimanyu dikerumuni Subhadra, Yudhisthira, kedua pamannya, Uttari dan Ksiti Sundari. Mereka meratapi kematian Abhimanyu. Arjuna dan Bhima datang kemudian. Mereka menjadi sedih, lalu ingin memperoleh kematian di medan pertempuran. Kresna menghalang-halangi kehendak mereka berdua.Setelah mereka tahu bahwa kematian Abhimanyu karena Jayadratha, Arjuna ingin membalas kematian anaknya.Jenasah Abhimanyu diperabukan, Ksiti Sundari mengikuti kematian suaminya. Sedangkan Uttari menanti kelahiran anaknya yang masih dalam kandungan.Pertempuran berlangsung lagi. Arjuna menghancurkan kereta Doryudhana. Satyaki dan Bhima berhasil membunuh banyak keluarga Korawa. Bhurisrawa terkena panah Arjuna, lalu ditewaskan oleh Satyaki. Para Pandawa kelelahan, Kresna menolong mereka, dengan cara menutup matahari dengan awan. Korawa mengira hari telah malam, mereka berhenti menyerang Pandawa. Arjuna naik di atas kereta dan berhasil membunuh Jayadratha. Duryodhana menuduh Drona yang bersalah atas kematian Jayadratha, karena Drona menghalang-halangi ketika Jayadratha akan pulang. Karna bersedia mengganti kedudukan Jayadratha. Pratipeya atau Somadatta, ayah Bhurisrawa hendak membunuh Satyaki, tetapi ia terbunuh oleh Bhima.

Banjaran Cerita Pandawa (2)


. Kakawin Parthayajna
Kakawin Parthayajna (anonim), berisi cerita perjalanan Arjuna sebelum bertapa di Indrakila. Ringkasan isi ceritanya sebagai berikut: Pandhawa beredih hati karena kekalahan Yudhisthira waktu bermain dadu dan penghinaan Dropadi oleh Dusasana. Mereka harus hidup di hutan selama dua-belas tahun. Bhima ingin perang melawan Korawa dan mati di medan perang, tetapi Yudhisthira menahannya. Widura memberi nasihat kepadaYudhisthira dalam mengatasi penderitaan. Domya menasihati para Pandhawa sejak mereka akan pergi ke hutan. Atas permintaan Yudhisthira, Arjuna disuruh bertapa di Indrakila. Arjuna menyanggupi permintaan kakanya, kemudian ia minta diri kepada Ibunda Kunti, kakak dan adik-adiknya serta Dropadi, lalu masuk ke hutan. Perjalanan Arjuna tiba di pertapaan Wanawati yang didirikan oleh Mahayani. Di tempat itu Arjuna ditemui oleh petapi Mahayani dan di wejang tentang hidup dan kehidupan. Sewaktu bermalam seorang petapi datang dan menyatakan cinta kepada Arjuna, tetapi Arjuan menolaknya.
Arjuna menghadap dewa Kama dan Ratih yang berada di tepi sebuah danau, kemudian menghormatnya. Dewa Kama banyak memberi nasihat kepada Arjuna dalam hal mencari kebahagiaan. Kemudian Kama memberi petunjuk arah Indrakila dan tempat pertapaan Dwaipayana. Kama memberi tahu, bahwa raksasa Nalamala ingin mengadu kesaktian dengan Arjuna. Nalamala adalah anak Durga yang lahir dari ujung lidah sebelum beranak Ganesya. Bila kalah Arjuna supaya bersamadi memuja dewa Siwa. Tak berapa lama kemudian Kama lenyap, Arjuna melanjutkan perjalanan.
Arjuna dicegat oleh banyak raksasa dan Nalamala. Maka terjadilah perkelahian. Nalamala menampakkan diri dalam wujud Kala, Arjuna bersemadi memuja dewa Siwa. Memancarlah sinar pada dahi Arjuna, Nalamala lari dan berkata, kelak akan menjelma lagi, untuk membunuuh para Pandawa. Arjuna meneruskan perjalanan ke Indrakila. Sampailah ia di Inggitamartapada tempat tinggal Dwaipayana. Arjuna bercerita perilaku para Pandawa dan sikap para Korawa. Kakek Arjuna itu menerangkan, bahwa Arjuna diutus untuk memberantas kejahatan itu. Setelah menerima banyak nasihat dari kakek itu, Arjuna pergi ke Indrakila. Ia bertapa dan memeperoleh anugerah dari dewa Siwa yang menampakan diri sebagai orang Kirata. (Sumber Cerita:Naskah Kirtya No. 665)
2. Kakawin Arjunawiwaha
Kakawin Arjunawiwaha karangan Mpu Kanwa (Naskah Kirtya Nomor 1092) ditulis pada jaman Kediri. Isi ringkas cerita itu sebagai berikut:
Niwatakawaca raja Himataka ingin menghancurkan kerajaan Indra, Indra ingin minta bantuan kepada Arjuna yang sedang bertapa di Indrakila. Tujuh bidadari diutus untuk menguji keteguhan tapa Arjuna. Suprabha dan Tilottama memimpin tugas para bidadari itu. Tujuh bidadari menyusuri Indrakila, kemudian tiba di gua tempat Arjuna bertapa. Para bidadari berhias cantik, menggoda dan mencoba menggugurkan tapa Arjuna..usaha meraka tidak berhasil, para bidadari kembali ke kerajaan Indra, lalu melapor hasil tugas mereka kepada Indra.
Indra menyamar dalam wujud orang tua, datang di pertapaan Arjuna. Ia ingin mengethui tujuan tapa Arjuna. Lewat pembicaraan mereka, Indra memperoleh jawaban, bahwa tapa Arjuna bertujuan untuk memenuhi tugasnya sebagai seorang ksatria dan ingin membantu Yudhisthira sewaktu merebut kerajaan dari kekuasaan Duryodhana. Indra sangat senang mendengar penuturan Arjuna, lalu memberi tahu, bahwa dewa Siwa akan memberi anugerah atas tapa Arjuna.
Niwatakawaca menyuruh Muka untuk datang di Indrakila, dan membunuh Arjuna. Muka dalam wujud babi hutan mengganggu tapa Arjuna. Arjuna melepas tapanya, lalu berusaha membunuh babi hutan itu. babi hutan berhasil dibunuh dengan panah. Tancapan panah di tubuh babi hutan bersama dengan tancapan anak panah seorang pemburu. Arjuna berselisih dengan pemburu orang Kirata itu. terjadilah perkelahian seru. Arjuna hampir terkalahkan, lalu memegang erat kaki pemburu. Pemburu menampakan diri dalam wujud dewa Siwa. Arjuna menghormat dan memujanya. Dewa Siwa menganugerahkan panah Pusupati kepada Arjuna, kemudian lenyap dari hadapan Arjuna.
Dua bidadari utusan Indra datang menemui Arjuna, minta agar Arjuna bersedia menolong para dewa dengan membunuh Niwatakawaca. Kemudian Arjuna bersama dua bidadari datang di kerajaan Indra.
Arjuna dan Supraba ditugaskan untuk mengetahui rahasia kesaktian Niwatakawaca. Mereka berdua pergi ke Himataka. Supraba disambut oleh bidadari yang lebih dahulu diserahkan kepada Niwatakawaca. Arjuna mengikutinya, tetapi raksasa tidak dapat melihat karena kesaktian Arjuna. Tipu muslihat Supraba berhasil, ia mengetahui rahasia kesaktian Niwatakawaca. Yang berada di ujung lidah. Setelah mengerti rahasia kesaktian Niwaatakawaca, Arjuna membuat huru-hara, dengan menghancurkan pintu gerbang istana. Suprabha terlepas dari kekuasaan Niwatakawaca, lalu meninggalkan Himataka. Niwatakawaca merasa kena tipu, lalu mempersiapkan pasukan untuk menyerang kerajaan Indra. Para dewa juga bersiap-siap melawan serangan prajurit Niwatakawaca. Maka terjadilah perang besar-besaran. Arjuna menyusup ditengah-tengah barisan, mencari kesempatan baik untuk membunuh Niwatakawaca. Akhirnya anak panah Arjuna berhasil menembus ujung lidah Niwatakawaca. Niwatakawaca mati di medang pertempuran. Perang pun selesai.
Arjuna memperoleh penghargaan dari para dewa. Ia dinobatkan menjadi raja selama tujuh hari surga, (tujuh bulan dunia) dan memperisteri tujuh bidadari. Mula-mula Arjuna kawin dengan Supraba, kemudian dengan Tilottama, dan selanjutnya lima bidadari lain yang pernah menggoda tapanya. Bidadari Menaka yang mengatur perkawinan mereka. Setelah genap tujuh bulan, Arjuan minta diri kepada dewa Indra untuk kembali ke dunia, menemui saudara-saudaranya. Arjuna naik kereta diantar oleh Matali. Para bidadari menangis atas kepergiannya.

Banjaran Cerita Pandawa (1)


Budaya pewayangan telah lama hidup dan berkembang. Istilah ringgit dan wayang telah lama didapat, antara lain ditemukan dalam kakawin Arjunawiwaha yang ditulis oleh Mpu Kanwa pada jaman pemerintahan raja Airlangga, abad sebelas (Poerbatjaraka, 1952:17), dan dalam kakawin Parthayajna pada jaman kerajaan Majapahit. (Zoetmulder, 1983: 462), abad 13-14. Jika menurut sumber cerita yang hidup sejak abad sembilan sampai abad empatbelas dapat diambil kesan, bahwa budaya pewayangan didukung oleh cerita yang berasal dari cerita yang bersumber sikles cerita Ramayana dan Mahabharata.
J.J. Ras mengatakan, bahwa panggung wayang kulit Jawa berkaitan erat dengan panggung wayang kulit Bali, yaitu jenis wayang yang biasa disebut wayang parwa, yaitu jenis wayang yang mementaskan cerita yang diambil dari parwa-parwa Mahabharata dan cerita Ramayana.(Ras, 1976:3).
Parwa-parwa Mahabharata Sansekerta banyak disadur dalam bahasa Jawa kuna. Antara lain: Adiparwa, Sabhaparwa, Aranyakaparwa, (Wanaparwa), Wirataparwa, Udyogaparwa, Bhismaparwa, Mausalaparwa, Prasthanikaparwa dan Swargarohanaparwa. Parwa lain yang sebagian besar isinya dimuat dalam kakawin Bharatayudha karangan Mpu Sedah dan Mpu Panuluh (Naskah Kirtya Nomor 1060), ialah: Dronaparwa, Karnaparwa, Salyaparwa, Gadaparwa, Aswathamaparwa, Stripralayaparwa, Santikaparwa, Aswamedaparwa dan Asramawasaparwa.
Beberapa bagian cerita Mahabharata ada yang dikembangkan dengan cara diolah, menurut fiksi dan daya kreasi pujangga penulisnya. Dalam karya sastra Jawa kuna, ditemukan beberapa buku sumber cerita yang isinya merupakan perkembangan dan pengolahan masalah yang dimuat dalam cerita Mahabharata. Cerita yang bersumber karya sastra Jawa kuna itu terus berkembang melalui sastra tulis dan sastra lesan. Pada jaman sesudah kerajaan Majapahit, yaitu pada jaman kerajaan Demak, sekitar abad limabelas, budaya pewayangan hidup dan berkembang pula. Sebuah kitab suluk karangan Sunan Bonang yang dikenal dengan nama Suluk Wujil, memuat kalimat yang isinya sebagai berikut.: ”Dalang Sari dari Pananggungan mewayang dengan cerita permulaan perang Bharatayudha, (Suluk Wujil: bait 90). Selanjutnya diceritakan makna kias Korawa dan Pandhawa. Pandhawa berada disebelah kiri dikiaskan sebagai nafi. Korawa berada disebelah kanan, dikiaskan sebagai isbat. Mereka berebut musbat (Suluk Wujil: bait 99-100)
Pada jaman kerajaan Mataram, Kartasura dan surakarta, cerita pewayanagn berkembang pesat sebagai salah satu hasil penciptaan jenis karya sastra pewayangan dan seni pertunjukan wayang kulit. Cerita sikles Arjunasasra, Rama dan Mahabharata banyak diolah menjadi karya sastra tulis. Banyak buku yang bermunculan yang dikarang semacan cerita roman simbolik, teks drama dan cerita pendek. Dengan menampilkan tokoh-tokoh wayag. Dalam pengembangan cerita Mahabharata, tokoh-tokoh Pandhawa dan Korawa menjadi pusat perhatian masyarakat. Cerita yang bertokoh Pandawa banyak mendapat perhatian, dan banyak disusun banyak cerita tentang tokoh-tokoh itu.
Masyarakat tertarik pada tokoh Pandhawa, terbukti didapatkannya berbagai judul cerita yang menampilkan tokoh Pandhawa secara bersama dan secara individu.. sikap masyarakat sangat memperhatikan dengan tokoh-tokoh Pandhawa, sehingga masing-masing tokoh mempunyai riwayat hidup seperti manusia. Maka didapat cerita yang berisi tentang kelahiran, perkawinan, seluk-beluk kehidupan di masyarakat luas sebagai anggota masyarakat dan kematian tokoh-tokoh Pandhawa itu. Penggambaran peri kehidupan tokoh-tokoh pewayangan itu seperti kehidupan manusia, yang diolah dengan berbagai gaya penceritaan seperti penciptaan karya fiksi yang biasa berlaku dalam dunia sastra roman. Kiranya perlu penelitian terhadap cerita yang menampilkan tokoh-tokoh Pandhawa, yaitu salah sastu kelompok tokoh pewayangan yang mendapat tempat di masyarakat pecintanya. Penelitian terhadapnya, sedikit atau banyak mesti ada manfaatnya, dan diharapkan bisa digunakan sebagai sarana pengembangan sastra nasional dan budaya pewayangan.
Sumber Cerita Tokoh Pandhawa
Dalam bab pendahuluan telah disebut, bahwa cerita yang ada dalam parwa Mahabharata telah hidup dan berkembang lewat kehidupan sastra Jawa kuna dan Jawa baru. Cerita yang dimuat dalam delapan-belas parwa sebagian besar ditulis dalam sastra Jawa kuna prosa, dan sabagian dimuat dalam kakawin Bharatayudha karangan Mpu Sedah Mpu Panuluh. Kitab Adiparwa, Sabhaparwa, Aranyakaparwa dan Wirataparwa memuat cerita tokoh Pandawa sejak kecil, masa remaja dan dewasa setelah mereka kawin. Dalam Swargarohanaparwa dimuat kisah tentang kematian para Pandawa. Kitab Bharatayudha memuat kisah perang saudara antara Pandawa dengan Korawa, dan berakhir kemusnahan para Korawa. Isi pokok dalam kitab Bharatayudha itu sejalan dengan isi cerita dalam Udyogaparwa, Bhismaparwa, Dronaparwa, Karnaparwa, Salyaparwa, Gandaparwa dan Aswatthamaparwa. Dalam parwa lain (Stripralapaparwa, Santikaparwa, Aswamedaparwa, Asramawasaparwa, Mausalaparwa, Prasthanikaparwa), erisi cerita Pandhawa sesudah perang Bharatayudha.
Cerita yang bersumber kitab Mahabharata itu juga menimbulkan kitab-kitab baru, antara lain: kakawin Parthayajna, Arjunawiwaha, Pathayana, Nawaruci dan Sudamala.

The birth story KurawaDestarastra

The birth story KurawaDestarastra (when his wife was pregnant yet to be king even prabu scout alive) feel very sad, especially his wife is Gendari. grief they caused Gendari content that has reached the age of three years.though have achieved over 1000 hours, melampaaui pregnant age limit of normality, but still there was no sign of giving birth the baby.during the chimera containing Gendari never out of resentment and hurt to prabu pandudewanata, a descendant mbisi to quell the waveguide as pelampiasand endam always hurt never forget pronounced in Gendari prayer requests to the gods. aan but it was still there was no effect of prayer requests granted the duke's wife these Hastinapur. morning, afternoon, evening up malamhari, his heart was always dogged by feelings of restlessness restless; despondent, and even close to despair, remembering between what the ideals of his revenge, and remember that its contents would have been beyond normality, it did not bring results what he expects. during pregnancy in short, never Gendari there is a sense of peace in the hearts of the daughter who comes from this plasajenar. what else after knowing kunti goddess, consort of King Pandu had given birth to first son, named y ang raden Puntadewa or also called raden wijakangka. kunti goddess even now and about to give birth a second son. anxiety and a thousand and one kinds of uncomfortable feelings of anxiety and heart Gendari contained in this increasingly-jadi.ketiada menentuan Gendari heartstrings are two entities, the resulting body feels hot and does not like living in a ward Kaputren. Gendari then stepped, with unsteady steps down the marble staircase in the ward browse through jlan path between the green grass, leading to the kingdom of Hastinapur tamans ari extensive and beautiful, followed by four men as a servant retinue waistband. solar system at that time was inclined to the west, while the goddess along with four servants browse through a path made of marble, among the fragrant smell of various flowers, and thick fruit trees that adorn the royal park, the gates of the boundary parts of large gardens Gendari has passed, the glazed eyes staring straight ahead as if akn not care about the beauty of the garden all around it.Gendari soon have gone through seven gates to the park and gardens are part tekrahir. in the park contains a wide assortment of wild and tame animals as well as various decorative sebaga poultry, are like the contents of the zoo as yet tampat maintained clean and tidy. petamanan wildlife in the middle of this there is a large pool made of marble decorated with the lotus flower blooms with beautiful nan. the fish are running in pairs colorful romp d under crystal clear blue water. Gendari unbeknownst to his arrival at the wildlife park that it has made all the wild beasts in the park to be violent, while the tame animals and birds such as anxiety and fear, all this is a hunch buruk.hembusan winds Gendari interrupted my reverie, knowing the weather hunting, dew Gendari invite Kaputren back waistband. Gendari step further accelerated because Renai drizzle had begun to fall, it suddenly Gendari who are pregnant are startled at the sound of tiger roar so loud. due to extreme shock Gendari body shaking, wajauh pale, do not feel Gendari gave birth in a place where he stood, that is miraculous Kaputren inch before reaching the gates of his residence. Gendari not give birth to healthy babies and small, it is a piece of meat mixed with blood curdling mrah blackish color, the meat of the newborn's womb Gendari twitched and throbbed as if lifeless. after seeing and knowing this, not playing Gendari angry, because her emotions were trampled injah piece of flesh to disintegrate, then kicked-kick with his foot in the direction yagn erratic, pcahans Erta pieces of flesh that was born Gendari lying scattered in the grass the park.Gendari feel emotions, angry and upset after that she began to scream hysterically mengangis then fainted, and then brought into Kaputren own place. oddly enough, every pieces of flesh were scattered large or small fixed pulsating and moving.abiyasa Begawan on the advice that has come magically from his hermitage, requested that the duke ordered the badinya destarasta to cover each with leaf aging serpihand ajti. with feelings of anxiety and fear are retained, then the waistband and a few soldiers pengajaga park ng task ordered adipatadi destarasta yes, cover the pieces of meat with teak leaves, amounts to 99 pieces.conjunction with the event, the atmosphere in the park turned into a very creepy Hastinapura, the beast released her voice, followed by a prolonged howl of coyotes shouted, owls, bats, crows and other nocturnal animals. lelolong animals that would not stop, the atmosphere is spooky and eerie covers Hastinapur, many of the waistband and fears about night sentry, his face pale, her body shivering, goose bumps romanya fur. Gendari who has regained consciousness from fainting down from dusk to the shrine, he appealed to the gods, a gar berputera his goal for many, can come true. suddenly appearing magical goddess durga and told me, if after midnight to hear a baby crying in the park, so Gendari hurried to the baby they will be, because it is his son. after giving the message disappears from the presence of goddess durgapun Gendari the supernatural, returns to the heaven in wukir pidikan http://destro-asesoris.blogspot.com - Baca Selengkapnya Disini

Batara Brama


Batara Brama adalah putera kedua Batara Guru.Ia tinggal di Kahyangan Duksinageni.Kahyangan ini disebut juga Hargadahana atau Argadahana.Istrinya ada tiga orang,yakni Dewi Saci atau Dewi Wasi,Dewi Rarasati,dan Dewi Saraswati.Diantara banyak anaknya,yang paling terkenal adalah Dewi Dresanala yang diperistri Arjuna.Perkawinan ini menghasilkan seorang cucu bagi Batara Brama,yakni Bambang Wisanggeni.
Batara Brama pernah melakukan tindakan yang tidak bijaksana dengan menceraikan Dewi Dresanala dari Arjuna.Dresanala kemudian diberikan kepada Dewasrani,meskipun dia sedang hamil tua.Tindakan Batara Brama ini akibat bujukan dan hasutan Batari Durga.Namun akhirnya Batara Brama menyadari kesalahannya.
Menjelang Baratayuda,Batara Brama mendapat tugas berat dari Batara Guru.Karena para dewa menilai tidak ada satu makhluk pun di dunia yang sanggup menandingi kesaktian Wisanggeni,Batara ditugasi untuk membunuh Wisanggeni.Brama lalu memanggil Wisanggeni dan menanyakan apakah Wisanggeni bersedia berkorban bagi kemenangan Pandawa di Baratayuda.Wisanggeni menyatakan sanggup.Batara Brama lalu menyuruh cucunya memandang salah satu titik diantara mata Batara Brama.Seketika itu juga tubuh Wisanggeni mengecil sampai menjadi debu.Dalam Mahabarata,tokoh Wisanggeni tidak ada.
Batara Brama tergolong dewa yang murah hati tapi terkadang bertindak kurang bijaksana.Suatu ketika,Batara Brama melihat kedua kakak beradik,Hiranyakasipu dan Hiranyawreka yang tekun bertapa selama berbulan-bulan.Ketika Batara Brama bertanya apa tujuan mereka bertapa.Mereka menjawab ingin memiliki kesaktian yang terkalahkan oleh makhluk apapun,termasuk para dewa.Dengan murah hati,tanpa berpikir panjang,Batara Brama mengabulkan permintaan itu.
Bertahun-tahun kemudian,setelah Hiranyakasipu menjadi raja Alengka dan Hiranyawreka menjadi raja Giyantipura,keduanya bersekutu melawan para dewa.Tentu saja para dewa menjadi kewalahan karena kesaktian kedua kakak beradik itu tidak tertandingi oleh makhluk apapun.Untunglah Batara Wisnu menemukan akal yang cerdik,ia mengubah wujudnya menjadi makhluk baru,yakni berbadan dewa tapi berkepala singa dan menamakan dirinya Narasinga.Dengan bentuk seperti itu,Batara Wisnu dapat mengalahkan dan membunuh kedua raksasa sakti